Nama :
Agnes Pestawani
NPM :
10511319
Kelas :
3PA10
A.Mengendalikan
Fungsi Manajemen
1.
Pengertian controlling (pengendalian)
Controlling atau
pengawasan dan pengendalian (wasdal) adalah proses untuk mengamati secara terus
menerus pelaksanaan kegiatan sesuai dengan rencana kerja yang sudah disusun dan
mengadakan koreksi jika terjadi.
Controlling atau
pengawasan adalah fungsi manajemen dimana peran dari personal yang sudah
memiliki tugas, wewenang dan menjalankan pelaksanaannya perlu dilakukan
pengawasan agar supaya berjalan sesuai dengan tujuan, visi dan misi perusahaan.
Di dalam manajemen perusahaan yang modern fungsi control ini biasanya dilakukan
oleh divisi audit internal.
Pengawasan merupakan
fungsi manajemen yang tidak kalah pentingnya dalam suatu organisasi. Semua
fungsi manajemen yang lain, tidak akan efektif tanpa disertai fungsi
pengawasan. Dalam hal ini, Louis E. Boone dan David L. Kurtz (1984) memberikan
rumusan tentang pengawasan sebagai: “the process by which manager determine
wether actual operation are consistent with plans”.
Sementara itu, Robert
J. Mocker sebagaimana disampaikan oleh T. Hani Handoko (1995) mengemukakan
definisi pengawasan yang di dalamnya memuat unsur esensial proses pengawasan, bahwa:
“pengawasan manajemen adalah suatu usaha sistematik untuk menetapkan standar
pelaksanaan dengan tujuan – tujuan perencanaan, merancang sistem informasi
umpan balik, membandingkan kegiatan nyata dengan standar yang telah ditetapkan
sebelumnya, menentukan dan mengukur penyimpangan-penyimpangan, serta mengambil
tindakan koreksi yang diperlukan untuk menjamin bahwa semua sumber daya
perusahaan dipergunakan dengan cara paling efektif dan efisien dalam pencapaian
tujuan-tujuan perusahaan.”
Dengan demikian,
pengawasan merupakan suatu kegiatan yang berusaha untuk mengendalikan agar
pelaksanaan dapat berjalan sesuai dengan rencana dan memastikan apakah tujuan
organisasi tercapai. Apabila terjadi penyimpangan di mana letak penyimpangan
itu dan bagaimana pula tindakan yang diperlukan untuk mengatasinya.
Selanjutnya dikemukakan pula oleh T.
Hani Handoko bahwa proses pengawasan memiliki lima tahapan, yaitu:
a.
penetapan standar pelaksanaan;
b.
penentuan pengukuran pelaksanaan kegiatan;
c.
pengukuran pelaksanaan kegiatan nyata;
d.
pembandingan pelaksanaan kegiatan dengan standar dan penganalisaan
penyimpangan-penyimpangan; dan
e.
pengambilan tindakan koreksi, bila diperlukan.
2.
Langkah-langkah dalam mengendalikan fungsi manajemen
Secara umum, pengendalian dapat
dilakukan dengan langkah sebagai berikut :
1. Penetapan standar dan metode
pengukuran kinerja
2. Mengukur kegiatan
3. Membandingkan hasil pengendalian
dengan hasil kegiatan
4. Melakukan tindakan korektif terhadap
penyimpangan yang terjadi
3.
Tipe-tipe kontrol dalam manajemen
Tipe pengendalian manajemen dapat
dikategorikan menjadi tiga kelompok, yaitu:
1. Pengendalian preventif (prefentive
control). Dalam tahap ini pengendalian manajemen terkait dengan perumusan
strategic dan perencanaan strategic yang dijabarkan dalam bentuk program-program.
2. Pengendalian operasional (Operational
control). Dalam tahap ini pengendalian manajemen terkait dengan pengawasan
pelaksanaan program yang telah ditetapkan melalui alat berupa anggaran.
Anggaran digunakan untuk menghubungkan perencanaan dengan pengendalian.
3. Pengendalian kinerja. Pada tahap ini
pengendalian manajemen berupa analisis evaluasi kinerja berdasarkan tolok ukur
kinerja yang telah ditetapkan.
4.
Jelaskan proses kontrol manajemen
Terdapat tiga langkah penting dalam
proses pengawasana manajerial yaitu:
·
Mengukur hasil/prestasi yang telah
dicapaioleh staf atau organisasi
·
Membandingkan hasil yang telah dicapai
dengan tolok ukur.
·
Memperbaiki penyimpangan-penyimpangan
yang terjadi sesuai dengan faktor-faktor penyebabnya, dan menggunakan, dan
menggunakan faktor tersebut untuk menetapkan langkah-langkah intervensi
B.
Kekusaan dan Pengaruh
1.
Pengertian Kekuasaan
Dalam
pengertiannya, kekuasaan adalah kualitas yang melekat dalam satu interaksi
antara dua atau lebih individu (a quality inherent in an interaction between
two or more individuals). Jika setiap individu mengadakan interaksi untuk
mempengaruhi tindakan satu sama lain, maka yang muncul dalam interaksi tersebut
adalah pertukaran kekuasaan.
Kekuasaan adalah kewenangan
yang didapatkan oleh seseorang atau kelompok guna menjalankan kewenangan
tersebut sesuai dengan kewenangan yang diberikan, kewenangan tidak boleh
dijalankan melebihi kewenangan yang diperoleh atau kemampuan seseorang atau
kelompok untuk memengaruhi tingkah laku orang atau kelompok lain sesuai dengan
keinginan dari pelaku atau Kekuasaan merupakan kemampuan memengaruhi pihak lain
untuk berpikir dan berperilaku sesuai dengan kehendak yang memengaruhi.
2.
Sumber-sumber Kekuasaan
1. Sumber kekuasaan antar individu
(interpersonal sources of power).
·
Kekuasaan Formal (Formal Power) adalah
kekuasaan yang didasarkan pada posisi individual dalam suatu organisasi.
·
Kekuasaan Personal (Personal Power)
adalah kekuasaan yang berasal dari karakteristik unik yang dimiliki seorang
individu.
2. Sumber kekuasaan struktural
(structural sources of power). Kekuasaan ini juga dikenal dengan istilah
inter-group atau inter-departmental power yang merupa-kan sumber kekuasaan
kelompok.
3.
Unsur-unsur Kekuasaan
Unsur-unsur kekuasaan sebagai berikut:
1. Wewenang
Mengenai peranan atas
posisi yang resmi atau adanya hak, ada kejelasan dan ada surat yang
pasti.wewenang dapat bersifat formal maupun informal. Wewenang yang bersifat
informal biasanya untuk mendapatkan kerjasama yang baik dengan bawahannya.
Contoh : hubungan pembantu rumah tangga
dengan majikannya pembantu rumah tangga melaksanakan perintah-perintah yang
diperintahkan majikannya serta memberikan tenaganya untuk membantu pekerjaan
rumah tangga majikannya dan di pihak majikannya yang mempunyai wewenang untuk
memerintah agar pekerjaan rumah tangganya dapat berjalan dengan baik sehingga
dapat mencapai tujuan tertentu
2. Paksaan
Adanya ancaman yang
tidak di inginkan kekuasaan yang bersifat ilegal atau tidak resmi. Contoh :
seorang preman yang sering menganggu dan memalak seseorang dengan cara
Paksa.
3. Manipulatif
Merupakan kekuasaan
yang bersifat licik yang dapat menipu atau mempengaruhi orang lain agar
seseorang dapat tertarik padanya. sebuah titik dimana kita berusaha “melebihkan”
atau “mengurangkan” sesuatu, sehingga tidak tampak seperti keadaan nyatanya.
Contoh :seperti melukis terkadang mereka menambahkan sedikit warna di sini dan
sana untuk menunjukan bahwa sebenarnya yang terlihat itu “lebih indah”, atau
mungkin, “tidak begitu hebat”, untuk menunjukan bahwa mereka tidak sombong,
rajin menjahit dan gembar menabung.
4. Kerjasama
Kerjasama adalah suatu
kegiatan yang dilakukan secara individu atau kelompok untuk Mencapai suatu
tujuan. Contoh : dalam kelompok adanya kerjasama dalam memperoleh Tujuan
5. Upah dan prestasi kerja
Prestasi kerja dari
setiap karyawan perlu dinilai. Oleh karena itu Penilaian prestasi kerja adalah
proses melalui mana organisasi-organisasi mengevaluasi atau menilai prestasi
kerja. contoh : seorang yang bekerja dan mengerjakan apa yang diperintahkan
bosnya karena berharap mendapatkan upah yang diberikan.atasannya
4.
bentuk-bentuk kekuasan menurut French & raven
Menurut French dan
Raven, ada lima tipe kekuasaan, yaitu :
a.
Reward power
Tipe kekuasaan ini
memusatkan perhatian pada kemampuan untuk memberi ganjaran atau imbalan atas
pekerjaan atau tugas yang dilakukan orang lain. Kekuasaan ini akan terwujud
melalui suatu kejadianatau situasi yang memungkinkan orang lain menemukan
kepuasan. Dalam deskripsi konkrit adalah ‘jika anda dapat menjamin atau memberi
kepastian gaji atau jabatan saya meningkat, anda dapat menggunkan reward power
anda kepada saya’. Pernyataan ini mengandung makna, bahwa seseorang dapat
melalukan reward power karena ia mampu memberi kepuasan kepada orang lain.
b.
Coercive power
Kekuasaan yang bertipe
paksaan ini, lebih memusatkan pandangan kemampuan untuk memberi hukuman kepada
orang lain. Tipe koersif ini berlaku jika bawahan merasakan bahwa atasannya
yang mempunyai ‘lisensi’ untuk menghukum dengan tugas-tugas yang sulit, mencaci
maki sampai kekuasaannya memotong gaji karyawan. Menurut David Lawless, jika
tipe kekuasaan yang poersif ini terlalu banyak digunakan akan membawa
kemungkinan bawahan melakukan tindakan balas dendam atas perlakuan atau hukuman
yang dirasakannya tidak adil, bahkan sangat mungkin bawahan atau karyawan akan
meninggalkan pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya.
c.
Referent power
Tipe kekuasaan ini
didasarkan pada satu hubungan ‘kesukaan’ atau liking, dalam arti ketika
seseorang mengidentifikasi orang lain yang mempunyai kualitas atau persyaratan
seperti yang diinginkannya. Dalam uraian yang lebih konkrit, seorang pimpinan
akan mempunyai referensi terhadap para bawahannya yang mampu melaksanakan
pekerjaan dan bertanggung jawab atas pekerjaan yang diberikan atasannya.
d.
Expert power
Kekuasaa yang berdasar
pada keahlian ini, memfokuskan diripada suatu keyakinan bahwa seseorang yang
mempunyai kekuasaan, pastilah ia memiliki pengetahuan, keahlian dan informasi
yang lebih banyak dalam suatu persoalan. Seorang atasan akan dianggap memiliki
expert power tentang pemecahan suatu persoalan tertentu, kalau bawahannya
selalu berkonsultasi dengan pimpinan tersebut dan menerima jalan pemecahan yang
diberikan pimpinan. Inilah indikasi dari munculnya expert power.
e.
Legitimate power
Kekuasaan yang sah
adalah kekuasaan yang sebenarnya (actual power), ketika seseorang melalui suatu
persetujuan dan kesepakatan diberi hak untuk mengatur dan menentukan perilaku
orang lain dalam suatu organisasi. Tipe kekuasaan ini bersandar pada struktur social
suatu organisasi, dan terutama pada nilai-nilai cultural. Dalam contoh yang
nyata, jika seseorang dianggap lebih tua, memiliki senioritas dalam organisasi,
maka orang lain setuju untuk mengizinkan orang tersebut melaksanakan kekuasaan
yang sudah dilegitimasi tersebut.
Dari lima tipe
kekuasaan di atas mana yang terbaik? Scott dan Mitchell menawarkan satu
jawaban. Harus dingat bahwa kekuasaan hampir selalu berkaitan dengan
praktik-praktik seperti penggunaan rangsangan (insentif) atau paksaan
(coercion) guna mengamankan tindakan menuju tujuan yang telah ditetapkan.
Seharusnya orang-orang yang berada di pucuk pimpinan, mengupayakan untuk
sedikit menggunakan insentif dan koersif. Sebab secara alamiah cara yang paling
efisien dan ekonomis supaya bawahan secara sukarela dan patuh untuk
melaksanakan pekerjaan adalah dengan cara mempersuasi mereka. Cara-cara koersif
dan insentif ini selalu lebih mahal, dibanding jika karyawan secara spontas
termotivasi untuk mencapai tujuan organisasi yang mereka pahami berasal dari
kewenangan yang sah (legitimate authority).
Sumber:
http://lilisulastri.wordpress.com
T. Hani Handoko. 1995. Manajemen. Edisi
kedua. Yogyakarta: BPFE.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar