PSIKOLOGI
MANAJEMEN
A.PENGANTAR
1. Apa itu Manajemen?
Kata Manajemen berasal dari bahasa Perancis kuno ménagement, yang memiliki arti "seni melaksanakan dan
mengatur." Manajemen belum memiliki definisi yang mapan dan diterima
secara universal. Mary Parker Follet, misalnya, mendefinisikan manajemen
sebagai seni menyelesaikan pekerjaan melalui orang lain. Definisi ini berarti
bahwa seorang manajer bertugas mengatur dan mengarahkan orang lain untuk
mencapai tujuan organisasi.
Ricky
W. Griffin mendefinisikan manajemen sebagai sebuah proses perencanaan,
pengorganisasian, pengkoordinasian, dan pengontrolan sumber daya untuk mencapai
sasaran secara efektif dan efesien. Efektif berarti bahwa tujuan dapat dicapai
sesuai dengan perencanaan, sementara efisien berarti bahwa tugas yang ada
dilaksanakan secara benar, terorganisir, dan sesuai dengan jadwal. Menurut
James A.F. Stonner, manajemen adalah suatu proses perencanaan,
pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan usaha-usaha para anggota
organisasi dan penggunaan sumber-sumber daya organisasi lainnya agar mencapai
tujuan organisasi yang ditetapkan.
2. Apa yang dimaksud dengan kepemimpinan?
Kepemimpinan (leading) berarti
menggunakan pengaruh untuk memotivasi karyawan guna mencapai tujuan – tujuan
organisasional. Kepemimpinan berarti menciptakan nilai – nilai dan budaya
bersama, mengomunikasikan tujuan – tujuan kepada karyawan di seluruh
organisasi, dan menyuntikkan semangat untuk memperlihatkan kinerja tertinggi
kepada karyawan.
Kepemimpinan
sangant penting dalam suatu organisasi, karena kepemimpinan merupakan faktor
kunci dalam suksesnya suatu organisasi atau manajemen. Kepemimpinan itu ada di
dalam diri pemimpin. Suatu organisasi akan menjadi buta dan tidak memiliki arah
jika tidak ada unsure kepemimpinan dalam organisasi tersebut.
Dalam
kepemimpinan terdapat pemimpin dan pimpinan dan jangan menganggap sama antara
keduanya.
o
Pimimpin: orang
yang dipilih berdasarkan suatu seleksi dan tentunya dia tidak sepenuhnya
disukai oleh yang lainnya, baisanya pimpinan berorientasi pada hasil.
o
Pempinan: orang
yang dianggap mampu menjadi pedoman hidup atau panutan bagi orang lain, dan
tentunya dia disukai banyak orang dan dipilih berdasarkan kepercayaan serta
berorientasi pada proses. Pemimpin harus berada satu langkah di depan
anggotanya.
Kepemimpinan
sangat erat hubungannya dengan kepercayaan. Membangun kepercayaan anggota atau
bawahan itu sangat sulit. Sehingga diperlukan bukti nyata ketika memimpin suatu
organisasi. Ketika kepercayaan menjauh tujuan pun akan menjauh, tapi jika
kepercayaan dekat dengan kita yakinlah tujuan pun semakin dekat dengan kita.
Ada sebuah
kutipan dari mantan Wakil Presiden Indonesia, Jussuf Kalla: “ katakana yang
akan dikerjakan, kerjakan yang dikerjakan, dan komunikasikan apan yang telah
dikerjakan dan yang tidak dikerjakan”. Tidak mustahil dengan membangun ketiga
hal tersebut kepercayaan akan lebih mudah terbina.
3. Jelaskan teori Kepemimpinan Ccontingency
Fiedler! (Maching Leaders and Tasks)
Fiddler mendefinisikan efektivitas pemimpin dalam hal
performa group dalam mencapai tujuannya. Fiddler membagi tipe pemimpin menjadi
2: yang berorientasi pada tugas dan yang berorientasi pada maintenance. Dari
observasi ini ditemukan faktia bahwa tidak ada korelasi konsisten antara
efektifitas group dan perilaku kepemimpinan.
Pemimpin yang berorientasi pada tugas akan efektif pada 2
set kondisi:
o
Pada
set yang pertama, pemimpin ini sangat memiliki hubungan yang baik dengan
anggotanya, tugas yang didelegasikan pada anggota sangat terstruktur dengan
baik, dan memiliki posisis yang tinggi dengan otoritas yang tinggi juga. Pada
keadaan ini, grup sangat termotivasi melakukan tugasnya dan bersedia melakukan
tugas yang diberikan dengan sebaik-baiknya.
o
Pada
set yang kedua, pemimpin ini tidak memiliki hubungan yang baik dengan
anggotanya, tugas yang diberikan tidak jelas, dan memiliki posisi dan otoritas
yang rendah. Dalam kondisi semacam ini, pemimpin mempunyai kemungkinan untuk
mengambil alih tanggung jawab dalam mengalami keputusan, dan mengarahkan
anggotanya.
Kepemimpinan
tidak akan terjadi dalam satu kevakuman social atau lingkungannya. Para
pemimpin menciba melakukan pengaruhnya kepada anggota kelompok dalam kaitannya
dengan situasi2 yang spesifik. Karena situasi dapat sangat bervariasi sepanjang
dimensi yang berbeda, oleh karenanya hanya masuk akal untuk memperkirakan bahwa
tidak ada satu gaya atau pendekatan kepemimpinan yang akan selalu terbaik.
Namun, bagaimana telah kita pahami bahwa strategi yang paling efektif mungkin
akan bervariasi dari satu situasi ke situasi lainnya.
Penerimaan
kenyataan dasar ini melandasi teori tentang efektifitas pemimpin yang
dikembangkan oleh Fiedler, yang menerangkan teorinya sebagai Contingency Approach. Asumsi sentral
teori ini adalah bahwa kontribusi seorang pemimpin kepada kesuksesan kinerja
oleh kelompoknya adalah ditentukan oleh kedua hal yakni karakteristik pemimpin
dan oleh berbagai variasi kondisi dan situasi. Untuk dapat memahami secara
lengkap efektifitas pemimpin, kedua hal tersebut harus dipertimbangkan.
Fiedler
memprediksikan bahwa para pemimpin dengan Low LPC yakni mereka yang
mengutamakan orientasi pada tugas, akan lebih efektif dibandingkan para
pemimpin yang High LPC, yakni mereka yang mengutamakan orientasi kepada
orang/hunungan baik dengan orang apabila control situasinya sangant rendah
ataupun sangat tinggi. Sebaliknya para pemimpin dengan High LPC akan lebih
efektif dibandingakan pemimpin dengan Low LPC apabila control situasinya
moderat.
4. Jelaskan model Kepemimpinan Normatif menurut
Vroom & Yetton!
Salah satu tugas utama dari seseorang pemimpin adalah
membuat keputusan. Karena keputusan2 yang dilakukan para pemimpin seringkali
sangat berdampak kepada para bawahan mereka, maka jelas bahwa komponen utama
dari efektifitas pemimpin adalah kemampuan mengambil keputusan yang sangat
menentukan keberhasilan yang bias melaksanakan tugas2 pentingnya. Pemimpin yang
mampu membuat keputusan dengan baik akan lebih efektif dalam jangka panjang
dibandingkan dengan mereka yang tidak manpu membuat keputusan dengan baik.
Dalam mengambil keputusan, bagaimana pemimpin memperlakukan bawahannya? Dengan
kata lain seberapa jauh para bawahannya diajak berpartisipasi dalam pengambilan
keputusan?
Sebagaimana telah kita pahami bahwa partisipasi bawahan
dalam pengambilan keputusan dalam meningkatkan kepuasan kerja, mengurangi
stress, dan meningkatkan produktivitas. Namun seberapa jauh partisipasi bawahan
dalam pengambilan keputusan akan diberkan pemimpinnya? Jawabannya adalah
Normative Theory dari Vroom and Yetton.
Vroom dan Yetton (1973) mengembangkan model kepemimpinan
normative dalam 3 kunci utama: metode taksonomi kepemimpinan, atribut2
permasalahan, dan pohon keputusan (decision tree). 5 tipe kunci metode
kepemimpinan yang teridentifikasi (Vroom & Yetton, 1973):
o Autocratic I: membuat keputusan
dengan menggunakan informasi yang saat ini terdapat pada pemimpin.
o
Autocratic
II: membuat keputusan dengan menggunakan informasi yang
terdapat pada seluruh anggota kelompok tanpa terlebih dahulu menginformasikan
tujuan dari penyampaian informasi yang mereka berikan.
o
Consultative
I: berbagi akan masalah yang ada dengan individu yang relevan,
mengetahui ide2 dan saran mereka tanpa melibatkan mereka ke dalam kelompok;
lalu membuat keputusan.
o
Consultative
II: berbagi masalah dengan kelompok, mendapatkan ide2 dan saran
mereka saat diskusi kelompok berlangsung, dan kemudian membuat keputusan.
o Group II: berbagi masalah yang ada dengan kelompok,
mengepalai diskusi kelompok, serta menerima dan menerapkan keputusan apapun
yang dibuat oleh kelompok.
Tidak ada satupun dari metode ini yang dianggap
terbaik untuk diterapkan pada berbagai situasi. Para pemimpin harus mencocokkan
metode kepemimpinan dengan situasi yang ada. Ada 7 atribut dari situasi yang
harus diambil dalam memutuskan metode kepemimpinan seperti apa yang harus
digunakan (Vroom & Yetton, 1973):
o Adakah
kualitas lain yang lebih rasional dari pada solusi yang telah ada?
o
Apakah saya memiliki informasi dan keahlian yang
cukup untuk membuat sebuah keputusan yang berkualitas tinggi?
o
Apakah masalahnya terstruktur?
o
Apakah penerimaan subordinat saya terhadap
keputusan yang saya buat akan mempengaruhi efektivitas dalam implementasi
keputusan saya?
o
Jika saya harus membuat keputusan sendiri, apakah
keputusan saya dapat diterima secara beralasan oleh subordinat saya?
o
Apakah subordinat saya memiliki tujuan organisasi
yang sama dengan saya saat memecahkan masalah ini?
o Apakah
konflik akan terjadi di kalangan subordinat sata ketika solusi ini terpilih?
Jawaban2 terhadap pertanyaan2 tersebut
terspesifikasi melalui metode kepemimpinan macam apa yang paling tepat
diterapkan pada situasi tertentu. Jawaban “ya” dan “tidak” akan mengarah pada
pohon keputusan (decision tree) yang membantu pemimpin untuk melanjutkan
tanggungjawabny. Aturan yang dirancang untuk mendukung dan melindungi hasil
penerimaan keputusan: Vroom & Yetton, 1973):
o Penerimaan Aturan:
jika penerimaan oleh bawahan sangat penting untuk pelaksanaan yang efektif,
menghilangkan gaya otokratis.
o
Konflik
Aturan: jika penerimaan oleh bawahan sangat penting untuk pelaksanaan
yang efektif, dan mereka memegang pendapat yang saling bertentangan atas sarana
untuk mencapai beberapa tujuan, menghilangkan gaya otokratis.
o
Keadilan
Aturan: jika kualitas keputusan penerimaan tidak penting tapi
penting, gunakan gaya yang paling partisipatif.
o Penerimaan Aturan Prioritas:
jika penerimaan sangat penting dan tidak pasti hasil dari keputusan otokratis,
dan jika subor-dinates tidak termotivasi untuk mencapai tujuan organisasi,
gunakan gaya yang sangat partisipatif.
5. Jelaskan Path-Goal teori dalam kepemimpinan!
Sekarang ini salah satu pendekatan yang paling diyakini
adalah teori path-goal. Teori path-goal adalah suatu model kontijensi
kepemimpinan yang dikembangkan oleh Robert House, yang menyaring elemen2 dari
penelitian Ohio State tentang kepemimpinan pada inisiating sturucture dan consideration
serta teori penghargaan motivasi.
Menurut teori path-goal,
suatu perilaku pemimpin dapat diterima oleh bawahan pada tingkatan yang
ditinjau oleh mereka sebagai sebuah sumber kepuasan saat itu atau masa
mendatang. Perilaku akan memberikan motivasi sepanjang (1) membuat bawahan
merasa butuh kepuasan dalam pencapaian kinerja yang efektif, dan (2)
menyediakan ajaran, arahan, dukungan dan penghargaan yang diperlukan dalam
kinerja efektif (Robins, 2002).
Bawahan seringa berharap pemimpin membantu mengarahkan
mereka dalam mencapai tujuan. Dengan kata lain bawahan berharap para pemimpin
mereka membantu mereka dalam pencapain tujuan2 bernilai mereka. Ide diatas
memainkan peran penting dalam House’s Path-Goal Theory yang menyatakan behwa
kegiatan2 pemimpin yang menjelaskan bentuk tugas dan mengurangi atau
menghilangkan berbagai hambatan akan meningkatkan persepsi para bawahan abhwa
bekerja keras akan mengarahkan ke kinerja yang baik dan kinerja yang baik
tersebut selanjutnya akan diakui dan diberikan ganjaran.
Model kepemimpinan path-goal
berusaha meramalkan efektifitas kepemimpinan dalam berbagai situasi. Menurut
model ini, pemimpin menjadi efektif karena pengaruh motivasi mereka yang
positif, kekampuan untuk melaksanakan, dan kepuasan pengikutnya. Teorinya
disebut sebagai path-goal karena
memfokuskan pada bagaimana pimpinan mempengaruhi persepsi pengikutnya pada
tujuan kerja, tujuan pengembangan diri, dan jalan untuk menggapai tujuan.
Model path-goal
menjelaskan bagaimana seorang pimpinan dapat memudahkan bawahan melaksanakan
tugas dengan menunjukkan bagaimana prestasi mereka dapat digunakan sebagai alat
mencapai hasil yang mereka inginkan. Teori pengharapan (Expectancy Theory) menjelaskan bagaimana sikap dan perilaku
individu dipengaruhi oleh hubungan antara usaha dan prestasi (path-gaol) dengan valensi dari hasil (goal attractiveness). Individu akan
memperoleh kepuasan dan produktif ketika melihat adanya hubungan kuat antara
usaha dan prestasi yang mereka lakukan dengan hasil yang mereka capai dengan
nilai tinggi. Model path-goal juga
mengatakan bahwa pimpinan yang paling efektif adalah mereka yang membantu
bawahan mengikuti cara untuk mencapai hasil yang bernilai tinggi. Model path-goal menganjurkan bahwa
kepemimpinan terdiri dari dua fungsi dasar:
o
Fungsi
pertama: adalah member kejelasan alur. Maksudnya, seorang pemimpin harus mampu
membantu bawahannya dalam memahami bagaimana cara kerja diperlukan di dalam
menyelesaikan tugasnya.
o
Fungsi
kedua: adalah meningkatkan jumlah hasil (reward)
bawahannya dengan memberikan dukungan dan perhatian terhadap kebutuhan pribadi
mereka.
Untuk
membentuk fungsi2 tersebut, pemimpin dapat mengambil berbagai gaya
kepemimpinan. Empat gaya kepemimpinan dijelaskan dalam model path-goal sebagai berikut (Koontz et al
dalam Kajanto, 2003):
o
Instrumental
(directive) → suatu pendekatan yang berfokus pada penyediaan bimbingan
tertentu, menetapkan jadwal kerja dan aturan. Pemimpinan memberitahukan kepada
bawahan apa yang diharapkan dari mereka, memberitahukan jadwal kerja yang harus
disesuaikan dan standar kerja, serta memberikan bimbingan/arahan secara
spesifik tentang cara-car menyelesaikan tugas tersebut, termasuk didalam aspek
perencanaan, organisasi, koordinasi dan pengawasan.
o Supportive→Mendukung: sebuah gaya berfokus pada
membangun hubungan baik dengan bawahan dan memuaskan kebutuhan mereka. Pemimpin
bersifat ramah dan menunjukkan kepeduliaan akan kebutuhan bawahan. Ia juga
memperlakukan semua bawahan sama dan menunjukkan tentang keberadaan mereka,
status, dan kebutuhan2 pribadi, sebagai usaha untuk mengembangkan hubungan interpersonal yang menyengangkan di
antara anggota kelompok. Kepemimpinan pendukung (supportive) memberikan pengaruh yang besar terhadap kinerja bawahan
pada saat mereka sedang mengalami frustasi dan kekecewaan.
o Participative→Partisipatif: suatu pola dimana
pemimpin berkonsultasi dengan bawahan, memungkinkan mereka untuk berpartisipasi
dalam pengambilan keputusan. Pemimpin partisipatif berkonsultasi dengan bawahan
dan menggunakan saran2 dan ide mereka sebelum mengambil suatu keputusan.
Kepemimpinan partisipatif dapat meningkatkan motivasi kerja bawahan.
o
Achievement-Oriented→Prestasi
berorientasi: suatu pendekatan dimana pemimpin menetapkan tujuan yang menantang
dan mencari perbaikan dalam kinerja. Gaya kepemimpinan dimana pemimpin
menetapkan tujuan yang menantang dan mengharapkan bawahan untuk berprestasi
semaksimal mungkin serta terus menerus mencari pengembangan prestasi dalam
proses pencapaian tujuan tersebut.
Terdapat
dua faktor situasional yang diidentifikasikan ke dalam model teori path-goal, yaitu: personal characteristic of subordinate and environmental pressures and
demand (Gibson, 2003).
1)
Karakteristik
Bawahan
Pada faktor situasional ini, teori path-goal
memberikan penilaian bahwa perilaku pemimpin akan bisa diterima oleh bawahan
jika para bawahan melihat perilaku tersebut akan merupakan sumber yang segera
bisa memberikan kepuasan atau sebagai suatu instrument bagi kepuasan2 masa
depan. Karakteristik bawahan mencakup tiga hal, yakni:
·
Letak
kendali (Locus of Control)
Hal
ini berkaitan dengan keyakinan individu sehubungan dengan penentuan hasil.
Individu yang mempunyai letak kendali internal meyakini bahwa hasil (reward) yang mereka peroleh didasarkan
pada usaha yang mereka lalukan sendiri. Sedangkan mereka yang cenderung letak
kendali eksternal menyakini bahwa hasil yang mereka peroleh dikendalikan olej
kekuatan di luar control pribadi mereka. Orang yang internal cenderung lebih
menyukai gaya kepemimpinan yang participative,
sedangkan eksternal umumnya lebih menyenangi gaya kepemimpinan directive.
·
Kesediaan
untuk Menerima Pengaruh (Authoritarianism)
Kesediaan
orang untuk menerima pengaruh dari orang lain. Bawahan yang tingkat authoritarianism yang tinggi cenderung
merespon gaya kepemimpinan yang directive,
sedangkan bawahan yang tingkat authoritarianism
rendah cenderung memilih gaya kepemimpinan partisipatif.
·
Kemampuan
(Abilities)
Kemampuan
dan pengalaman bawahan akan mempengaruhi apakah mereka dapat bekerja lebih
berhasil dengan pemimpin yang berorientasi presasi (Achievement-Oriented) yang telah menentukan tantangan sasaran yang
harus dicapai dan mengharapkan prestasi yang tinggi, atau pemimpin yang supportive yang lebih suka member
dorongan dan mengarahkan mereka. Bawahan yang mempunyai kemempuan yang tinggi
cenderung memilih gaya kepemimpinan achievement-oriented, sedangkan bawahan
yang mempunyai kemempuan rendah cenderung memilih pemimpin yang supportive.
2)
Karakteristik
Lingkungan
Pada faktor situasional ini path-goal menyatakan bahwa perilaku pemimpin akan menjadi faktor
motivasi terhadap para bawahan, jika:
·
Perilaku
tersebut akan memuaskan kebutuhan bawahan sehingga akan memungkinkan
tercapainya efektivitas dalam pelaksanaan kerja.
·
Perilaku
tersebut merupakan komplimen dari lingkungan para bawahan yang dapat berupa
pemberian latihan, dukungan dan penghargaan yang diperlukan untuk
mengidentifikasi pelaksanaan kerja.
Karakteistik lingkungan terdiri dari tiga hal,
yaitu:
ü Struktur Tugas
Struktur
kerja yang tinggi akan mengurangi kebutuhan kepemimpinan yang direktif.
ü Wewenang Formal
Kepemimpinan
yang direktif akan lebih berhasil dibandingkan dengan participative bagi organisasi dengan struktur wewenang formal yang
tinggi.
ü Kelompok Kerja
Kelompok
kerja dengan tingkat kerjasama yang tinggi kurang membutuhkan kepemimpinan supportive.
Dengan menggunakan salah satu dari empat gaya diatas, dan
dengan memperhitungkan faktor2 seperti yang diuraikan tersebut, seorang
pemimpin harus berusaha untuk mempengaruhi persepsi para karyawan atau
bawahannya dan mampu memberikan motivasi kepada mereka, dengan cara mengarahkan
mereka pada penjelasan tugas2nya, pencapaian tujuan, kepuasan kerja dan
pelaksanaan kerja yang efektif.
Menurut Path-Goal
Theory, dua variable situasi yang sangat menentukan efektivitas pemimpin
adalah karakteristik pribadi para bawahan/karyawan dan lingkungan internal
organisasi seperti misalnya peraturan dan prosedur yang ada. Walaupun model
kepemimpinan kontigensi dianggap lebih sempurna dibandingkan model2 sebelumnya
dalam memahami aspek kepemimpinan dalam organisasi, namun demikian model ini
belum dapat menghasilkan klasifikasi yang jelas tentang konbinasi yang paling
efektif antara karakteristik pribadi, tingkah laku pemimpin dan variable
situasional.
B. PERENCANAAN, PENETAPAN MANAJEMEN
1. Jelaskan
pengertian dari perencanaan manajemen?
Perencanaan merupakan susunan
langkah-langkah secara sistematik dan teratur untuk mencapai tujuan organisasi
atau memecahkan masalah tertentu. Perencanaan juga diartikan sebagai upaya
memanfaatkan sumber-sumber yang tersedia dengan memperhatikan segala
keterbatasan guna mencapai tujuan secara efisien dan efektif. Perencanaan
merupakan langkah awal dalam proses manajemen, karena dengan merencanakan
aktivitas organisasi kedepan, maka segala sumber daya dalam organisasi
difokuskan pada pencapaian tujuan organisasi.
Dalam melaksanakan perencanaan ada
kegiatan yang harus dilakukan, yaitu melakukan prakiraan (rencana) kegiatan
organisasi dan penganggaran (budgeting). Prakiraan berfungsi untuk
menentukan rencana kegiatan yang akan dilaksanakan kedepan oleh organisasi
sebagai upaya mencapai tujuan organisasi. Dalam melakukan prakiraan, haruslah
selalu memperhatikan tujuan organisasi, sumber daya organisasi dan juga
melakukan suatu analisis organisasi (bisa menggunakan SWOT) untuk mengetahui
potensi internal dan eksternal.
Ada beberapa faktor yang perlu
diperhatikan dalam melakukan perencanaan, yakni harus SMART. SMART yaitu Specific artinya perencanaan
harus jelas maksud maupun ruang lingkupnya. Tidak terlalu melebar dan terlalu
idealis. Measurable artinya
program kerja organisasi atau rencana harus dapat diukur tingkat
keberhasilannya. Achievable artinya
dapat dicapai. Jadi bukan hanya sekedar angan-angan dalam merencanakan dan
tidak dapat dilaksanakan. Realistic artinya
sesuai dengan kemampuan dan sumber daya yang ada. Tidak terlalu mudah dan tidak
terlalu sulit. Time artinya
ada batas waktu yang jelas. Mingguan, bulanan, triwulan, semesteran atau
tahunan. Sehingga mudah dinilai dan dievaluasi.
Setelah merencanakan aktivitas
organisasi secara sistematis dan terukur, maka perlu juga melakukan perencanaan
penganggaran untuk pelaksanaan kegiatan. Prinsip dalam melakukan perencanaan
penganggaran,adalah mengunakan segala sumber daya keuangan secara efesien dan
se-efektif mungkin. Hal ini perlu direncanakan secara serius, agar organisasi
tidak melakukan pemborosan, keuangan, selain itu sekaligus juga melihat
sumber-sumber daya keuangan yang bisa diperoleh dari luar organisasi.
2. Langkah2 dalam menyusun Perencanaan dalam
Organisasi!
Langkah-langkah dalam
membuat perencanaan :
o
Analisis
situasi & identifikasi masalah
Melakukan analisa dan identifikasi terhadap situasi
organisasi dengan memperhatikan tujuan organisasi. dalam melakukan analisa
situasi dapat menggunakan teknik analisis SWOT.
o
Menentukan
skala prioritas
Setelah dianalisa dan mengidentifikasi masalah, maka perlu
dilakukan penentuan skala prioritas terhadap pelaksanaan kegiatan. Hal ini agar
kebutuhan organisasi yang mendesak didahulukan untuk menjamin keberlangsungan organisasi.
o
Menentukan
tujuan program
Agar pelaksanaan seluruh kegiatan organisasi akan mengarah
pada pencapaian tujuan organisasi, maka dibutuhkan penentuan tujuan program,
sehingga nantinya pelaksanaan program dapat diukur capaiannya.
o
Menyusun rencana kerja operasional (termasuk didalamnya menyusun
anggaran).
3. Manfaat perencanaan dalam suatu oraganisasi!
Manfaat perencanaan
bagi organisasi :
1. Membantu manajemen untuk menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan lingkungan.
2. Membuat tujuan lebih khusus, terperinci dan mudah di pahami.
3. Meminimumkan pekerjaan yang tidak pasti.
4. Manajer memahami keseluruhan gambaran operasi lebih jelas.
1. Membantu manajemen untuk menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan lingkungan.
2. Membuat tujuan lebih khusus, terperinci dan mudah di pahami.
3. Meminimumkan pekerjaan yang tidak pasti.
4. Manajer memahami keseluruhan gambaran operasi lebih jelas.
4. Jelaskan jenis perencanaan dalam Organisasi!
Melihat tingkat
hirarkis, ada tiga jenis perencanaan, yaitu:
o
Perencanaan Strategis
Perencanaan
strategis dianggap oleh organisasi secara keseluruhan dan dihasilkan oleh
tingkat hirarki yang lebih tinggi dari sebuah organisasi. Berkaitan dengan
tujuan jangka panjang dan strategi dan tindakan untuk mencapainya. Perencanaan ini merupakan
proses dimana eksekutif / top manajer meramal arah jangka panjang dari suatu
entitas dengan menetapkan target spesifik pada kinerja, dengan mempertimbangkan
kondisi internal dan eksternal untuk melakukan tindakan perencanaan yang dipilih.
Hal
ini biasanya dilakukan dalam organisasi pada tingkat manajerial, atau tingkat
tertinggi perintah, yang dilakukan dengan cara taktik dan prosedur yang
digunakan untuk mencapai tujuan tertentu atau diberikan perencanaan jangka
panjang lebih dari 5 tahun. Perencanaan
strategis juga merupakan suatu hal untuk merencanakan strategi dalam segala
hal, atau dalam kehidupan sehari-hari setiap orang.
o
Perencanaan Taktis / Taktik
Pada
tingkat kedua dari perencanaan, taktis, kinerja berada dalam setiap area fungsional
bisnis, termasuk sumber daya tertentu. Perkembangannya terjadi oleh tingkat
organisasi menengah, bertujuan untuk efisiensi penggunaan sumber daya yang
tersedia untuk jangka menengah proyeksi. Dalam perusahaan besar dengan mudah
mengidentifikasi tingkat perencanaan, yang diberikan oleh setiap kepala bagian.
Bagian
taktis merupakan proses yang berkelanjutan, yang bertujuan dalam waktu dekat,
merampingkan pengambilan keputusan dan menentukan tindakan. Bagian Ini
dilakukan secara sistemik karena merupakan totalitas yang dibentuk oleh sistem
dan subsistem, seperti yang terlihat dari sudut pandang sistemik. Apakah
iteratif, dan proyek mana yang harus fleksibel dan menerima penyesuaian dan
koreksi. Teknik ini memungkinkan pengukuran siklus dan evaluasi sebagai
dijalankan yang secara dinamis dan interaktif dilakukan dengan orang lain, dan
merupakan teknik yang mengkoordinasikan berbagai kegiatan untuk mencapai tujuan
yang diinginkan dari efisiensi.
o
Perencanaan Operasional
Ketidakpastian
yang disebabkan oleh tekanan dan pengaruh lingkungan harus berasimilasi pada
pertengahan atau taktik yang harus mengkonversi dan menafsirkan keputusan
strategis, tingkat tertinggi, ke dalam rencana konkrit di tengah dan membuat
rencana yang akan dilakukan dan, pada gilirannya, dibagi lagi menjadi rencana
operasional dan rincian yang akan dijalankan pada tingkat operasional.
Karena
jadwal pada tingkat operasional sesuai dengan set bagian homogen dari
perencanaan taktis, yaitu, mengidentifikasi prosedur spesifik dan proses yang
diperlukan di tingkat bawah organisasi, menyajikan rencana aksi atau rencana
operasional. Hal ini dihasilkan oleh tingkat organisasi yang lebih rendah,
dengan fokus pada kegiatan rutin perusahaan, oleh karena itu, rencana
dikembangkan untuk waktu yang singkat. Perencanaan
Operasional ini dilakukan pada karyawan di tingkat terendah dari organisasi.
Membuat perencanaan kecil sebuah organisasi dan merinci bagaimana tujuan akan
dicapai.
Bahkan,
semua titik dasar perencanaan terjadi di tingkat operasional, yang sangat
mempengaruhi dan menentukan, bersama dengan, hasil taktik. Termasuk tugas-tugas
operasional dan skema operasi yang benar dan efisien dalam menjalani sistem
pendekatan reduksionis proses khas ditutup. Hal ini dilakukan berdasarkan
proses diprogram dan teknik komputasi. Ini mengubah ide menjadi kenyataan, atau
mengeksekusi tujuan dari suatu tindakan melalui berbagai rute, jangka pendek
pekerjaan umumnya kurang dari 1 tahun.
SUMBER: