Senin, 30 September 2013

PSIKOLOGI MANAJEMEN



PSIKOLOGI MANAJEMEN
A.PENGANTAR

1. Apa itu Manajemen?
Kata Manajemen berasal dari bahasa Perancis kuno ménagement, yang memiliki arti "seni melaksanakan dan mengatur." Manajemen belum memiliki definisi yang mapan dan diterima secara universal. Mary Parker Follet, misalnya, mendefinisikan manajemen sebagai seni menyelesaikan pekerjaan melalui orang lain. Definisi ini berarti bahwa seorang manajer bertugas mengatur dan mengarahkan orang lain untuk mencapai tujuan organisasi.
Ricky W. Griffin mendefinisikan manajemen sebagai sebuah proses perencanaan, pengorganisasian, pengkoordinasian, dan pengontrolan sumber daya untuk mencapai sasaran secara efektif dan efesien. Efektif berarti bahwa tujuan dapat dicapai sesuai dengan perencanaan, sementara efisien berarti bahwa tugas yang ada dilaksanakan secara benar, terorganisir, dan sesuai dengan jadwal. Menurut James A.F. Stonner, manajemen adalah suatu proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan usaha-usaha para anggota organisasi dan penggunaan sumber-sumber daya organisasi lainnya agar mencapai tujuan organisasi yang ditetapkan. 

2. Apa yang dimaksud dengan kepemimpinan?
Kepemimpinan (leading) berarti menggunakan pengaruh untuk memotivasi karyawan guna mencapai tujuan – tujuan organisasional. Kepemimpinan berarti menciptakan nilai – nilai dan budaya bersama, mengomunikasikan tujuan – tujuan kepada karyawan di seluruh organisasi, dan menyuntikkan semangat untuk memperlihatkan kinerja tertinggi kepada karyawan.
Kepemimpinan sangant penting dalam suatu organisasi, karena kepemimpinan merupakan faktor kunci dalam suksesnya suatu organisasi atau manajemen. Kepemimpinan itu ada di dalam diri pemimpin. Suatu organisasi akan menjadi buta dan tidak memiliki arah jika tidak ada unsure kepemimpinan dalam organisasi tersebut.
Dalam kepemimpinan terdapat pemimpin dan pimpinan dan jangan menganggap sama antara keduanya.
o   Pimimpin: orang yang dipilih berdasarkan suatu seleksi dan tentunya dia tidak sepenuhnya disukai oleh yang lainnya, baisanya pimpinan berorientasi pada hasil.
o   Pempinan: orang yang dianggap mampu menjadi pedoman hidup atau panutan bagi orang lain, dan tentunya dia disukai banyak orang dan dipilih berdasarkan kepercayaan serta berorientasi pada proses. Pemimpin harus berada satu langkah di depan anggotanya.
Kepemimpinan sangat erat hubungannya dengan kepercayaan. Membangun kepercayaan anggota atau bawahan itu sangat sulit. Sehingga diperlukan bukti nyata ketika memimpin suatu organisasi. Ketika kepercayaan menjauh tujuan pun akan menjauh, tapi jika kepercayaan dekat dengan kita yakinlah tujuan pun semakin dekat dengan kita.
Ada sebuah kutipan dari mantan Wakil Presiden Indonesia, Jussuf Kalla: “ katakana yang akan dikerjakan, kerjakan yang dikerjakan, dan komunikasikan apan yang telah dikerjakan dan yang tidak dikerjakan”. Tidak mustahil dengan membangun ketiga hal tersebut kepercayaan akan lebih mudah terbina.

3. Jelaskan teori Kepemimpinan Ccontingency Fiedler! (Maching Leaders and Tasks)
            Fiddler mendefinisikan efektivitas pemimpin dalam hal performa group dalam mencapai tujuannya. Fiddler membagi tipe pemimpin menjadi 2: yang berorientasi pada tugas dan yang berorientasi pada maintenance. Dari observasi ini ditemukan faktia bahwa tidak ada korelasi konsisten antara efektifitas group dan perilaku kepemimpinan.
            Pemimpin yang berorientasi pada tugas akan efektif pada 2 set kondisi:
o   Pada set yang pertama, pemimpin ini sangat memiliki hubungan yang baik dengan anggotanya, tugas yang didelegasikan pada anggota sangat terstruktur dengan baik, dan memiliki posisis yang tinggi dengan otoritas yang tinggi juga. Pada keadaan ini, grup sangat termotivasi melakukan tugasnya dan bersedia melakukan tugas yang diberikan dengan sebaik-baiknya.
o   Pada set yang kedua, pemimpin ini tidak memiliki hubungan yang baik dengan anggotanya, tugas yang diberikan tidak jelas, dan memiliki posisi dan otoritas yang rendah. Dalam kondisi semacam ini, pemimpin mempunyai kemungkinan untuk mengambil alih tanggung jawab dalam mengalami keputusan, dan mengarahkan anggotanya.
Kepemimpinan tidak akan terjadi dalam satu kevakuman social atau lingkungannya. Para pemimpin menciba melakukan pengaruhnya kepada anggota kelompok dalam kaitannya dengan situasi2 yang spesifik. Karena situasi dapat sangat bervariasi sepanjang dimensi yang berbeda, oleh karenanya hanya masuk akal untuk memperkirakan bahwa tidak ada satu gaya atau pendekatan kepemimpinan yang akan selalu terbaik. Namun, bagaimana telah kita pahami bahwa strategi yang paling efektif mungkin akan bervariasi dari satu situasi ke situasi lainnya.
Penerimaan kenyataan dasar ini melandasi teori tentang efektifitas pemimpin yang dikembangkan oleh Fiedler, yang menerangkan teorinya sebagai Contingency Approach. Asumsi sentral teori ini adalah bahwa kontribusi seorang pemimpin kepada kesuksesan kinerja oleh kelompoknya adalah ditentukan oleh kedua hal yakni karakteristik pemimpin dan oleh berbagai variasi kondisi dan situasi. Untuk dapat memahami secara lengkap efektifitas pemimpin, kedua hal tersebut harus dipertimbangkan.
Fiedler memprediksikan bahwa para pemimpin dengan Low LPC yakni mereka yang mengutamakan orientasi pada tugas, akan lebih efektif dibandingkan para pemimpin yang High LPC, yakni mereka yang mengutamakan orientasi kepada orang/hunungan baik dengan orang apabila control situasinya sangant rendah ataupun sangat tinggi. Sebaliknya para pemimpin dengan High LPC akan lebih efektif dibandingakan pemimpin dengan Low LPC apabila control situasinya moderat.
           
4. Jelaskan model Kepemimpinan Normatif menurut Vroom & Yetton!
            Salah satu tugas utama dari seseorang pemimpin adalah membuat keputusan. Karena keputusan2 yang dilakukan para pemimpin seringkali sangat berdampak kepada para bawahan mereka, maka jelas bahwa komponen utama dari efektifitas pemimpin adalah kemampuan mengambil keputusan yang sangat menentukan keberhasilan yang bias melaksanakan tugas2 pentingnya. Pemimpin yang mampu membuat keputusan dengan baik akan lebih efektif dalam jangka panjang dibandingkan dengan mereka yang tidak manpu membuat keputusan dengan baik. Dalam mengambil keputusan, bagaimana pemimpin memperlakukan bawahannya? Dengan kata lain seberapa jauh para bawahannya diajak berpartisipasi dalam pengambilan keputusan?
            Sebagaimana telah kita pahami bahwa partisipasi bawahan dalam pengambilan keputusan dalam meningkatkan kepuasan kerja, mengurangi stress, dan meningkatkan produktivitas. Namun seberapa jauh partisipasi bawahan dalam pengambilan keputusan akan diberkan pemimpinnya? Jawabannya adalah Normative Theory dari Vroom and Yetton.
            Vroom dan Yetton (1973) mengembangkan model kepemimpinan normative dalam 3 kunci utama: metode taksonomi kepemimpinan, atribut2 permasalahan, dan pohon keputusan (decision tree). 5 tipe kunci metode kepemimpinan yang teridentifikasi (Vroom & Yetton, 1973):
o   Autocratic I: membuat keputusan dengan menggunakan informasi yang saat ini terdapat pada pemimpin.
o   Autocratic II: membuat keputusan dengan menggunakan informasi yang terdapat pada seluruh anggota kelompok tanpa terlebih dahulu menginformasikan tujuan dari penyampaian informasi yang mereka berikan.
o   Consultative I: berbagi akan masalah yang ada dengan individu yang relevan, mengetahui ide2 dan saran mereka tanpa melibatkan mereka ke dalam kelompok; lalu membuat keputusan.
o   Consultative II: berbagi masalah dengan kelompok, mendapatkan ide2 dan saran mereka saat diskusi kelompok berlangsung, dan kemudian membuat keputusan.
o   Group II: berbagi masalah yang ada dengan kelompok, mengepalai diskusi kelompok, serta menerima dan menerapkan keputusan apapun yang dibuat oleh kelompok.
Tidak ada satupun dari metode ini yang dianggap terbaik untuk diterapkan pada berbagai situasi. Para pemimpin harus mencocokkan metode kepemimpinan dengan situasi yang ada. Ada 7 atribut dari situasi yang harus diambil dalam memutuskan metode kepemimpinan seperti apa yang harus digunakan (Vroom & Yetton, 1973):
o   Adakah kualitas lain yang lebih rasional dari pada solusi yang telah ada?
o   Apakah saya memiliki informasi dan keahlian yang cukup untuk membuat sebuah keputusan yang berkualitas tinggi?
o   Apakah masalahnya terstruktur?
o   Apakah penerimaan subordinat saya terhadap keputusan yang saya buat akan mempengaruhi efektivitas dalam implementasi keputusan saya?
o   Jika saya harus membuat keputusan sendiri, apakah keputusan saya dapat diterima secara beralasan oleh subordinat saya?
o   Apakah subordinat saya memiliki tujuan organisasi yang sama dengan saya saat memecahkan masalah ini?
o   Apakah konflik akan terjadi di kalangan subordinat sata ketika solusi ini terpilih?
Jawaban2 terhadap pertanyaan2 tersebut terspesifikasi melalui metode kepemimpinan macam apa yang paling tepat diterapkan pada situasi tertentu. Jawaban “ya” dan “tidak” akan mengarah pada pohon keputusan (decision tree) yang membantu pemimpin untuk melanjutkan tanggungjawabny. Aturan yang dirancang untuk mendukung dan melindungi hasil penerimaan keputusan: Vroom & Yetton, 1973):
o   Penerimaan Aturan: jika penerimaan oleh bawahan sangat penting untuk pelaksanaan yang efektif, menghilangkan gaya otokratis.
o   Konflik Aturan: jika penerimaan oleh bawahan sangat penting untuk pelaksanaan yang efektif, dan mereka memegang pendapat yang saling bertentangan atas sarana untuk mencapai beberapa tujuan, menghilangkan gaya otokratis.
o   Keadilan Aturan: jika kualitas keputusan penerimaan tidak penting tapi penting, gunakan gaya yang paling partisipatif.
o   Penerimaan Aturan Prioritas: jika penerimaan sangat penting dan tidak pasti hasil dari keputusan otokratis, dan jika subor-dinates tidak termotivasi untuk mencapai tujuan organisasi, gunakan gaya yang sangat partisipatif.
5. Jelaskan Path-Goal teori dalam kepemimpinan!
            Sekarang ini salah satu pendekatan yang paling diyakini adalah teori path-goal. Teori path-goal adalah suatu model kontijensi kepemimpinan yang dikembangkan oleh Robert House, yang menyaring elemen2 dari penelitian Ohio State tentang kepemimpinan pada inisiating sturucture dan consideration serta teori penghargaan motivasi.
            Menurut teori path-goal, suatu perilaku pemimpin dapat diterima oleh bawahan pada tingkatan yang ditinjau oleh mereka sebagai sebuah sumber kepuasan saat itu atau masa mendatang. Perilaku akan memberikan motivasi sepanjang (1) membuat bawahan merasa butuh kepuasan dalam pencapaian kinerja yang efektif, dan (2) menyediakan ajaran, arahan, dukungan dan penghargaan yang diperlukan dalam kinerja efektif (Robins, 2002).
            Bawahan seringa berharap pemimpin membantu mengarahkan mereka dalam mencapai tujuan. Dengan kata lain bawahan berharap para pemimpin mereka membantu mereka dalam pencapain tujuan2 bernilai mereka. Ide diatas memainkan peran penting dalam House’s Path-Goal Theory yang menyatakan behwa kegiatan2 pemimpin yang menjelaskan bentuk tugas dan mengurangi atau menghilangkan berbagai hambatan akan meningkatkan persepsi para bawahan abhwa bekerja keras akan mengarahkan ke kinerja yang baik dan kinerja yang baik tersebut selanjutnya akan diakui dan diberikan ganjaran.
            Model kepemimpinan path-goal berusaha meramalkan efektifitas kepemimpinan dalam berbagai situasi. Menurut model ini, pemimpin menjadi efektif karena pengaruh motivasi mereka yang positif, kekampuan untuk melaksanakan, dan kepuasan pengikutnya. Teorinya disebut sebagai path-goal karena memfokuskan pada bagaimana pimpinan mempengaruhi persepsi pengikutnya pada tujuan kerja, tujuan pengembangan diri, dan jalan untuk menggapai tujuan.
            Model path-goal menjelaskan bagaimana seorang pimpinan dapat memudahkan bawahan melaksanakan tugas dengan menunjukkan bagaimana prestasi mereka dapat digunakan sebagai alat mencapai hasil yang mereka inginkan. Teori pengharapan (Expectancy Theory) menjelaskan bagaimana sikap dan perilaku individu dipengaruhi oleh hubungan antara usaha dan prestasi (path-gaol) dengan valensi dari hasil (goal attractiveness). Individu akan memperoleh kepuasan dan produktif ketika melihat adanya hubungan kuat antara usaha dan prestasi yang mereka lakukan dengan hasil yang mereka capai dengan nilai tinggi. Model path-goal juga mengatakan bahwa pimpinan yang paling efektif adalah mereka yang membantu bawahan mengikuti cara untuk mencapai hasil yang bernilai tinggi. Model path-goal menganjurkan bahwa kepemimpinan terdiri dari dua fungsi dasar:
o   Fungsi pertama: adalah member kejelasan alur. Maksudnya, seorang pemimpin harus mampu membantu bawahannya dalam memahami bagaimana cara kerja diperlukan di dalam menyelesaikan tugasnya.
o   Fungsi kedua: adalah meningkatkan jumlah hasil (reward) bawahannya dengan memberikan dukungan dan perhatian terhadap kebutuhan pribadi mereka.
Untuk membentuk fungsi2 tersebut, pemimpin dapat mengambil berbagai gaya kepemimpinan. Empat gaya kepemimpinan dijelaskan dalam model path-goal sebagai berikut (Koontz et al dalam Kajanto, 2003):
o   Instrumental (directive) suatu pendekatan yang berfokus pada penyediaan bimbingan tertentu, menetapkan jadwal kerja dan aturan. Pemimpinan memberitahukan kepada bawahan apa yang diharapkan dari mereka, memberitahukan jadwal kerja yang harus disesuaikan dan standar kerja, serta memberikan bimbingan/arahan secara spesifik tentang cara-car menyelesaikan tugas tersebut, termasuk didalam aspek perencanaan, organisasi, koordinasi dan pengawasan.
o   Supportive→Mendukung: sebuah gaya berfokus pada membangun hubungan baik dengan bawahan dan memuaskan kebutuhan mereka. Pemimpin bersifat ramah dan menunjukkan kepeduliaan akan kebutuhan bawahan. Ia juga memperlakukan semua bawahan sama dan menunjukkan tentang keberadaan mereka, status, dan kebutuhan2 pribadi, sebagai usaha untuk mengembangkan hubungan interpersonal yang menyengangkan di antara anggota kelompok. Kepemimpinan pendukung (supportive) memberikan pengaruh yang besar terhadap kinerja bawahan pada saat mereka sedang mengalami frustasi dan kekecewaan.
o   Participative→Partisipatif: suatu pola dimana pemimpin berkonsultasi dengan bawahan, memungkinkan mereka untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan. Pemimpin partisipatif berkonsultasi dengan bawahan dan menggunakan saran2 dan ide mereka sebelum mengambil suatu keputusan. Kepemimpinan partisipatif dapat meningkatkan motivasi kerja bawahan.
o   Achievement-Oriented→Prestasi berorientasi: suatu pendekatan dimana pemimpin menetapkan tujuan yang menantang dan mencari perbaikan dalam kinerja. Gaya kepemimpinan dimana pemimpin menetapkan tujuan yang menantang dan mengharapkan bawahan untuk berprestasi semaksimal mungkin serta terus menerus mencari pengembangan prestasi dalam proses pencapaian tujuan tersebut.
Terdapat dua faktor situasional yang diidentifikasikan ke dalam model teori path-goal, yaitu: personal characteristic of subordinate and environmental pressures and demand (Gibson, 2003).
1)      Karakteristik Bawahan
Pada faktor situasional ini, teori path-goal memberikan penilaian bahwa perilaku pemimpin akan bisa diterima oleh bawahan jika para bawahan melihat perilaku tersebut akan merupakan sumber yang segera bisa memberikan kepuasan atau sebagai suatu instrument bagi kepuasan2 masa depan. Karakteristik bawahan mencakup tiga hal, yakni:
·         Letak kendali (Locus of Control)
Hal ini berkaitan dengan keyakinan individu sehubungan dengan penentuan hasil. Individu yang mempunyai letak kendali internal meyakini bahwa hasil (reward) yang mereka peroleh didasarkan pada usaha yang mereka lalukan sendiri. Sedangkan mereka yang cenderung letak kendali eksternal menyakini bahwa hasil yang mereka peroleh dikendalikan olej kekuatan di luar control pribadi mereka. Orang yang internal cenderung lebih menyukai gaya kepemimpinan yang participative, sedangkan eksternal umumnya lebih menyenangi gaya kepemimpinan directive.
·         Kesediaan untuk Menerima Pengaruh (Authoritarianism)
Kesediaan orang untuk menerima pengaruh dari orang lain. Bawahan yang tingkat authoritarianism yang tinggi cenderung merespon gaya kepemimpinan yang directive, sedangkan bawahan yang tingkat authoritarianism rendah cenderung memilih gaya kepemimpinan partisipatif.
·         Kemampuan (Abilities)
Kemampuan dan pengalaman bawahan akan mempengaruhi apakah mereka dapat bekerja lebih berhasil dengan pemimpin yang berorientasi presasi (Achievement-Oriented) yang telah menentukan tantangan sasaran yang harus dicapai dan mengharapkan prestasi yang tinggi, atau pemimpin yang supportive yang lebih suka member dorongan dan mengarahkan mereka. Bawahan yang mempunyai kemempuan yang tinggi cenderung memilih gaya kepemimpinan achievement-oriented, sedangkan bawahan yang mempunyai kemempuan rendah cenderung memilih pemimpin yang supportive.
2)      Karakteristik Lingkungan
Pada faktor situasional ini path-goal menyatakan bahwa perilaku pemimpin akan menjadi faktor motivasi terhadap para bawahan, jika:
·         Perilaku tersebut akan memuaskan kebutuhan bawahan sehingga akan memungkinkan tercapainya efektivitas dalam pelaksanaan kerja.
·         Perilaku tersebut merupakan komplimen dari lingkungan para bawahan yang dapat berupa pemberian latihan, dukungan dan penghargaan yang diperlukan untuk mengidentifikasi pelaksanaan kerja.
Karakteistik lingkungan terdiri dari tiga hal, yaitu:
ü  Struktur Tugas
Struktur kerja yang tinggi akan mengurangi kebutuhan kepemimpinan yang direktif.
ü  Wewenang Formal
Kepemimpinan yang direktif akan lebih berhasil dibandingkan dengan participative bagi organisasi dengan struktur wewenang formal yang tinggi.
ü  Kelompok Kerja
Kelompok kerja dengan tingkat kerjasama yang tinggi kurang membutuhkan kepemimpinan supportive.
            Dengan menggunakan salah satu dari empat gaya diatas, dan dengan memperhitungkan faktor2 seperti yang diuraikan tersebut, seorang pemimpin harus berusaha untuk mempengaruhi persepsi para karyawan atau bawahannya dan mampu memberikan motivasi kepada mereka, dengan cara mengarahkan mereka pada penjelasan tugas2nya, pencapaian tujuan, kepuasan kerja dan pelaksanaan kerja yang efektif.
            Menurut Path-Goal Theory, dua variable situasi yang sangat menentukan efektivitas pemimpin adalah karakteristik pribadi para bawahan/karyawan dan lingkungan internal organisasi seperti misalnya peraturan dan prosedur yang ada. Walaupun model kepemimpinan kontigensi dianggap lebih sempurna dibandingkan model2 sebelumnya dalam memahami aspek kepemimpinan dalam organisasi, namun demikian model ini belum dapat menghasilkan klasifikasi yang jelas tentang konbinasi yang paling efektif antara karakteristik pribadi, tingkah laku pemimpin dan variable situasional.

B. PERENCANAAN, PENETAPAN MANAJEMEN

1. Jelaskan  pengertian dari perencanaan manajemen?
Perencanaan merupakan susunan langkah-langkah secara sistematik dan teratur untuk mencapai tujuan organisasi atau memecahkan masalah tertentu. Perencanaan juga diartikan sebagai upaya memanfaatkan sumber-sumber yang tersedia dengan memperhatikan segala keterbatasan guna mencapai tujuan secara efisien dan efektif. Perencanaan merupakan langkah awal dalam proses manajemen, karena dengan merencanakan aktivitas organisasi kedepan, maka segala sumber daya dalam organisasi difokuskan pada pencapaian tujuan organisasi.
Dalam melaksanakan perencanaan ada kegiatan yang harus dilakukan, yaitu melakukan prakiraan (rencana) kegiatan organisasi dan penganggaran (budgeting). Prakiraan berfungsi untuk menentukan rencana kegiatan yang akan dilaksanakan kedepan oleh organisasi sebagai upaya mencapai tujuan organisasi. Dalam melakukan prakiraan, haruslah selalu memperhatikan tujuan organisasi, sumber daya organisasi dan juga melakukan suatu analisis organisasi (bisa menggunakan SWOT) untuk mengetahui potensi internal dan eksternal.
Ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam melakukan perencanaan, yakni harus  SMART. SMART yaitu Specific artinya perencanaan harus jelas maksud maupun ruang lingkupnya. Tidak terlalu melebar dan terlalu idealis. Measurable artinya program kerja organisasi atau rencana harus dapat diukur tingkat keberhasilannya. Achievable artinya dapat dicapai. Jadi bukan hanya sekedar angan-angan dalam merencanakan dan tidak dapat dilaksanakan. Realistic artinya sesuai dengan kemampuan dan sumber daya yang ada. Tidak terlalu mudah dan tidak terlalu sulit. Time artinya ada batas waktu yang jelas. Mingguan, bulanan, triwulan, semesteran atau tahunan. Sehingga mudah dinilai dan dievaluasi.
Setelah merencanakan aktivitas organisasi secara sistematis dan terukur, maka perlu juga melakukan perencanaan penganggaran untuk pelaksanaan kegiatan. Prinsip dalam melakukan perencanaan penganggaran,adalah mengunakan segala sumber daya keuangan secara efesien dan se-efektif mungkin. Hal ini perlu direncanakan secara serius, agar organisasi tidak melakukan pemborosan, keuangan, selain itu sekaligus juga melihat sumber-sumber daya keuangan yang bisa diperoleh dari luar organisasi.

2. Langkah2 dalam menyusun Perencanaan dalam Organisasi!
Langkah-langkah dalam membuat perencanaan :
o   Analisis situasi & identifikasi masalah
Melakukan analisa dan identifikasi terhadap situasi organisasi dengan memperhatikan tujuan organisasi. dalam melakukan analisa situasi dapat menggunakan teknik analisis SWOT.
o   Menentukan skala prioritas
Setelah dianalisa dan mengidentifikasi masalah, maka perlu dilakukan penentuan skala prioritas terhadap pelaksanaan kegiatan. Hal ini agar kebutuhan organisasi yang mendesak didahulukan untuk menjamin keberlangsungan organisasi.
o   Menentukan tujuan program
Agar pelaksanaan seluruh kegiatan organisasi akan mengarah pada pencapaian tujuan organisasi, maka dibutuhkan penentuan tujuan program, sehingga nantinya pelaksanaan program dapat diukur capaiannya.
o   Menyusun rencana kerja operasional (termasuk didalamnya menyusun anggaran).

3. Manfaat perencanaan dalam suatu oraganisasi!
Manfaat perencanaan bagi organisasi :
1. Membantu manajemen untuk menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan lingkungan.
2. Membuat tujuan lebih khusus, terperinci dan mudah di pahami.
3. Meminimumkan pekerjaan yang tidak pasti.
4. Manajer memahami keseluruhan gambaran operasi lebih jelas.

4. Jelaskan jenis perencanaan dalam Organisasi!
Melihat tingkat hirarkis, ada tiga jenis perencanaan, yaitu:
o   Perencanaan Strategis
Perencanaan strategis dianggap oleh organisasi secara keseluruhan dan dihasilkan oleh tingkat hirarki yang lebih tinggi dari sebuah organisasi. Berkaitan dengan tujuan jangka panjang dan strategi dan tindakan untuk mencapainya. Perencanaan ini merupakan proses dimana eksekutif / top manajer meramal arah jangka panjang dari suatu entitas dengan menetapkan target spesifik pada kinerja, dengan mempertimbangkan kondisi internal dan eksternal untuk melakukan tindakan perencanaan yang dipilih.
Hal ini biasanya dilakukan dalam organisasi pada tingkat manajerial, atau tingkat tertinggi perintah, yang dilakukan dengan cara taktik dan prosedur yang digunakan untuk mencapai tujuan tertentu atau diberikan perencanaan jangka panjang lebih dari 5 tahun. Perencanaan strategis juga merupakan suatu hal untuk merencanakan strategi dalam segala hal, atau dalam kehidupan sehari-hari setiap orang. 
o   Perencanaan Taktis / Taktik
Pada tingkat kedua dari perencanaan, taktis, kinerja berada dalam setiap area fungsional bisnis, termasuk sumber daya tertentu. Perkembangannya terjadi oleh tingkat organisasi menengah, bertujuan untuk efisiensi penggunaan sumber daya yang tersedia untuk jangka menengah proyeksi. Dalam perusahaan besar dengan mudah mengidentifikasi tingkat perencanaan, yang diberikan oleh setiap kepala bagian.
Bagian taktis merupakan proses yang berkelanjutan, yang bertujuan dalam waktu dekat, merampingkan pengambilan keputusan dan menentukan tindakan. Bagian Ini dilakukan secara sistemik karena merupakan totalitas yang dibentuk oleh sistem dan subsistem, seperti yang terlihat dari sudut pandang sistemik. Apakah iteratif, dan proyek mana yang harus fleksibel dan menerima penyesuaian dan koreksi. Teknik ini memungkinkan pengukuran siklus dan evaluasi sebagai dijalankan yang secara dinamis dan interaktif dilakukan dengan orang lain, dan merupakan teknik yang mengkoordinasikan berbagai kegiatan untuk mencapai tujuan yang diinginkan dari efisiensi.
o   Perencanaan Operasional
Ketidakpastian yang disebabkan oleh tekanan dan pengaruh lingkungan harus berasimilasi pada pertengahan atau taktik yang harus mengkonversi dan menafsirkan keputusan strategis, tingkat tertinggi, ke dalam rencana konkrit di tengah dan membuat rencana yang akan dilakukan dan, pada gilirannya, dibagi lagi menjadi rencana operasional dan rincian yang akan dijalankan pada tingkat operasional.
Karena jadwal pada tingkat operasional sesuai dengan set bagian homogen dari perencanaan taktis, yaitu, mengidentifikasi prosedur spesifik dan proses yang diperlukan di tingkat bawah organisasi, menyajikan rencana aksi atau rencana operasional. Hal ini dihasilkan oleh tingkat organisasi yang lebih rendah, dengan fokus pada kegiatan rutin perusahaan, oleh karena itu, rencana dikembangkan untuk waktu yang singkat. Perencanaan Operasional ini dilakukan pada karyawan di tingkat terendah dari organisasi. Membuat perencanaan kecil sebuah organisasi dan merinci bagaimana tujuan akan dicapai.
Bahkan, semua titik dasar perencanaan terjadi di tingkat operasional, yang sangat mempengaruhi dan menentukan, bersama dengan, hasil taktik. Termasuk tugas-tugas operasional dan skema operasi yang benar dan efisien dalam menjalani sistem pendekatan reduksionis proses khas ditutup. Hal ini dilakukan berdasarkan proses diprogram dan teknik komputasi. Ini mengubah ide menjadi kenyataan, atau mengeksekusi tujuan dari suatu tindakan melalui berbagai rute, jangka pendek pekerjaan umumnya kurang dari 1 tahun.
SUMBER: